Sabtu, 02 April 2011

pendidikan informal

    1. Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang di peroleh seseorang dirumah dalam lingkungan keluarga, berlangsung tanpa organisasi, tanpa orang tertentu yang di angkat sebagai pendidik tanpa program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu dan tanpa evaluasi formal berbentuk ujian.
Namun pendidikan Informal menentukan kepribadian anak, apakah anak akan menjadi anak yang bertanggung jawab,berbudi luhur, patuh akan peraturan, berpegang teguh pada janjinya atau sebaliknya.

Tabel Perbandingan antara Pendidikan Formal, Pendidikan Non Formal dan Pendidikan Informal
Ditinjau dari sudut
Pendidikan Formal
Pendidikan
non-formal
Pendidikan
Informal
Tempat berlangsung
Gedung sekolah
Di luar dan dalam gedung sekolah
Dimana saja orang berada
Syarat untuk mengikuti
Usia dan tingkat pendidikan tertentu
Kadang-kadang, tak memegang peranan penting
Tidak ada
Jenjang Pendidikan
Ada jenjang yang ketat
Biasanya tidak ada
Tidak ada
Program
Ditentukan secara teliti untuk tiap jenjang secara tertulis
Ada program tertentu
Tidak ada
Bahan pelajaran
Akademis dan bersifat umum
Praktis dan khusus
Tidak ada yang ditentukan
Lama pendidikan
Waktu panjang
Relatif singkat
Sepanjang hidup
Penilaian
Ada ujian formal , dengan pemberian ijazah
Ada, biasanya diberi ijazah / keterangan
Tidak ada ujian / penilaian
Penyelenggara
Pemerintah / swasta
Pemerintah / swasta
Tidak ada badan tertentu
Metode mengajar
Menurut metodologi tertentu
Dapat mengikuti metode tertentu walau tak slalu
Tidak ada
Tenaga pengajar
Harus mempunyai wewenang berdasar ijazah dan diangkat untuk tugas itu
Tidak slalu mempunyai ijazah sebagai pengajar
Tidak ada
Administrasi
Sistematis dan uniform untuk tingkat sekolah
Ada walau tidak begitu uniform
Tidak ada
Ditinjau dari sejarahnya
Paling akhir
Lebih tua daripada pendidikan formal
Sejak ada manusia ada di dunia ini

pendidikan formal

Pendidikan Formal

Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pedidikan yang telah baku, misalnya SD, SMP, SMA, dan PT. Pendidikan nonformal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat.

 Mengenyam   pendidikan  pada  institusi  pendidikan  formal  yang  diakui  oleh  lembaga  pendidikan  Negara  adalah  sesuatu  yang  wajib  dilakukan  di  Indonesia. Mulai  dari  anak  tukang  sapu jalan, anak  tukang  dagang  martabak  mesir, anak  tukang  jamret, anak  pak  tani, anak  bisnismen, anak  pejabat  tinggi  Negara, dan  sebagainya  harus  bersekolah, minimal  9  tahun  lamanya  hingga  lulus  SMP.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari pemerintah untuk masyarakat merupakan perangkat yang berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam menjadi warga Negara. 

Ada beberapa Krateristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah yaitu;
  1.  Pendidikan diselengarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hierarki
  2. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relative homogen.
  3. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.
  4. Materi atauisi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum.
  5. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban kebutuhan dimasa yang akan datang.  

Sebagai pendidikan yang bersifat formal, sekolah mencari fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggung jawab;
  1. Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini undang-undang pendidikan UUSPN nomor 20 tahun 2003.
  2. Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan and tingkat pendidikan kepadanya masyarakat oleh masyarakat dan bangsa.
  3. Tanggungjawab fungsional ialah: Tanggung jawab professional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya. tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggung jawab dan kepercayaan orang tua (masyarakat) kepada sekolah dari para guru.

Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional pada Pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Peran sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya. Sementara itu, dalam perkembangan keperibadian anak didik, peranan sekolah dengan melalui kurikulum, anatara lain sebagai berikut:
  1. Anak didik belajar bergaul sesama anak didik, antara guru dengan anak didik, dan antara anak didik dengan orang yang bukan guru (karyawan )
  2. Anak didik belajar menaati peraturan-peraturan sekolah.
  3. Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan Negara.

Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan formal memiliki peran dan fungsi yang berdasarkan asas-asas dan tanggung jawab yang berbeda-beda yang salah satunnya telah ditetapkan oleh UUD No. 20 Tahun 2003 yang berupa sumberdaya manusia sangat bergantung kepada sejauh mana sub-sistem tersebut berperanan.
Kalimat yang populer lewat iklan produk di media massa ini rasanya sudah tidak asing ditelinga. Ada yang menanggapinya biasa-biasa saja namun, tidak sedikit yang merasa terhina, lalu berusaha untuk membeli produk ini sebagai bentuk bukti bahwa Ia tak ketinggalan jaman.
Pembuktian bahwa kita tidak ketinggalan jaman bukan harus dengan membeli suatu produk terbaru yang tercipta dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia saat ini, melainkan dengan berusaha untuk menciptakan sesuatu yang baru lebih daripada yang ada saat ini.
Inilah hakekat dari makna daya saing bangsa yang menjadi tuntutan di era globalisasi ini. Generasi muda Indonesia harus menyadari bahwa bukan saatnya lagi kita menjadi konsumtif melainkan sudah saatnya semua orang Indonesia menjadi produktif.
Bukanlah sesuatu yang sulit untuk mengembangkan daya saing bangsa jika saja sistem pendidikan bangsa ini menjadi prioritas dari semua pihak. Namun, kenyataannya semua itu jauh dari mimpi. Dunia pendidikan masih dijadikan proyek dan seolah-olah sengaja dibendung agar tidak mengancam pimpinannya. Akhirnya generasi penerus bangsa Indonesia hanya akan menjadi generasi yang kerdil dan siap-siap untuk diinjak-injak bangsa lain.
Hal yang perlu dilakukan saat ini adalah :

1. Menumbuhkan kesadaran bahwa bangsa ini mau tidak mau sudah berada di era persaingan,
2. Mengunakan sistem pendidikan berbasis kompetensi yang sungguh-sunggguh,
3. Menjaga kuntinuitas dan eksistensi peran anak bangsa

Tiga syarat yang memang gampang disebutkan alias ditulis tetapi sangat sulit untuk dilakukan. (Tetapi jika tidak sekarang kapan lagi? Dan kalau bukan kita yang memulai lalu siapa lagi?)

1. Menumbuhkan kesadaran bahwa bangsa ini, mau tidak mau sudah berada di era persaingan.
Artinya, bukan hanya para ilmuwan yang punya kewajiban menemukan hal-hal baru untuk diperkenalkan para dunia. Sedini mungkin (bisa mulai dari pelajar sekolah dasar) sudah ditanamkan prinsip untuk selalu ‘penasaran’ akan hal-hal baru yang positif termasuk memperkenalkan hal-hal dasar tentang teknologi terbaru.
Misalnya memperkenalkan apa itu internet, bagaimana sebaiknya menggunakannya serta apa yang seharusnya tidak perlu kita lihat. Kata “kesadaran” yang dimaksudkan juga menyangkut sadar akan dampak positif dan negatif ketika kita menjalankan sesuatu.
Memaksakan pelajar untuk mengerti tentang teknologi canggih bukanlah bagian dari eksploitasi anak karena ketika diperkenalkan tentang internet orang tua atau seseorang yang lebih tua harus menanamkan ‘doktrin’ bahwa kita mengenal ‘barang ini untuk menciptakan ‘barang’ baru yang lebih berguna bangsa ini. Dengan demikian harapan agar anak tidak membuka situs porno saat membuka internet bukan impian belaka. Ketakutan teknologi bisa menyesatkan generasi pun tertepiskan.
Apa bukti bahwa kesadaran tentang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bisa meningkatkan kreasi dan prestasi anak bangsa? .
INGAT JAMAN DOELOE : Dua orang bocah sedang belajar hanya menggunakan lilin karena krisis listrik di Sulut. (foto: Danny Permana/TM)
Ini rahasia umum bagi mereka. Kenapa kita tidak meneladani kesadaran tersebut yang riil membuat kedua bangsa ini menjadi adikuasa saat ini? Mengapa yang ada hanyalah keinginan yang secara sadar untuk mengakses situs-situs ‘tidak jelas’ atau menonton film-film fiktif dan berbuntut pada kekerasan keluaran Hollywood?
SADARLAH kita sedang dibodohi dari dunia entertainment yang bertopeng dibalik isu perkembangan teknologi perfilman dan hal-hal serupa ini dibidang yang lain.
KITA harus SADAR bahwa kita senantiasa harus jeli, alias cerdik seperti ular dan pintar seperti MERPATI. Saat ini kita memang tak bisa memungkiri bahwa teknologi mereka (Amerika, Jepang dan negera-negara Eropa lainnya) berkembang pesat, tetapi jangan pasrah dengan semua itu! Saatnya kita bangkit karena kita BISA lebih baik dari mereka. Kita punya otak yang lebih segar hanya kesadaran yang belum tumbuh. INGAT! Dunia ini berputar. Tidak ada hal yang mustahil? Karena berabad-abad lalu Amerika dan Jepang bukan apa-apa…Mari belajar dari sejarah lalu ciptakan sejarah bahwa Indonesia Bisa!!!
Selain itu, hal yang perlu kita lakukan saat ini adalah SADAR bahwa kita generasi Indonesia harus menjadi produktif (menciptakan produk diberbagai bidang yang kita tekuni) bukan menjadi konsumtif (hanya tahu memakai hasil temuan orang lain, apalagi temuan bangsa lain).

2. Mengunakan sistem pendidikan berbasis kompetensi yang sungguh-sungguh,

Maksudnya adalah menanamkan, memupuk dan mengembangkan kesadaran bahwa pendidikan adalah kunci untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga bangsa ini dari waktu ke waktu tetap memiliki generasi yang punya daya saing di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni maupun bidang lainnya.
Sebelumnya, marilah sejenak kita menengok apa arti pendidikan? (Jangan hanya tahu sebut dan mengkolaborasikannya dengan kata-kata ilmiah tetapi tak tahu maknanya!)
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan: proses, cara, pembuatan mendidik,”

Satu saja makna pendidikan, lalu cobalah kita renungkan…
Kata ‘proses’ memaknai suatu keadaan yang akan diubah membutuhkan waktu. Lalu apa yang bisa kita lakukan dengan menggunakan sistem berbasis kompetensi?
A. Penerapan kurikulum berbasis kompensi jangan hanya menjadi slogan semata. Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan.
B. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah “pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur”. Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia (SDM). Oleh karena. itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
C. Proses pengembangan pendidikan kurikulum berbasis kompetensi juga menggunakan asumsi bahwa pelajar yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi tertentu. Oleh karenanya pengembangan sistem pendidikan (kurikulum) perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Berorientasi pada pencapaian hasil dan dampaknya
2. Berbasis pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
3. Bertolak dari Kompetensi Tamatan/ Lulusan
4. Memperhatikan prinsip pengembangan kurikulum yang berdiferensiasi
5. Mengembangkan aspek belajar secara utuh dan menyeluruh (holistik), serta
6. Menerapkan prinsip ketuntasan belajar. (Swara Ditpertais: No. 17 Th. II, 18 Oktober 2004)
3. Menjaga kuntinunitas dan eksistensi peran anak bangsa

Generasi muda harus 'dikenalkan' secara dini tentang IPTEK dan Seni (Liberty Roeroe/TM)
MAU tidak mau, kehidupan kita saat ini senantiasa dibayangi perkembangan IPTEKS (baca: Ilmu, Teknologi dan Seni) dengan akselerasi laju yang luar biasa. Hal ini pun sudah menyebabkan terjadinya “ledakan informasi”. Pertumbuhan pengetahuan pada tahun 80-an saja berjalan dengan kecepatan 13% per tahun. Ini berarti bahwa pengetahuan yang ada akan berkembang menjadi dua kali lipat hanya dalam tempo kira-kira 5,5 tahun. Akibatnya pengetahuan dalam bidang tertentu menjadi “kadaluwarsa” hanya dalam tempo kira-kira 2,5 tahun. (Dikutip dari Miguel Ma.Varela, Education for Tomorrow, APEID, Unesco PROAP, Bangkok, 1990, oleh Santoso S. Hamidjojo).
Artinya, kita harus membuat komitmen pribadi untuk maju dan terus maju. Kita harus menjaga kesadaran dengan menjaga sistem pendidikan yang ada di Indonesia agar mengarah pada tujuan menciptakan generasi bangsa Indonesia yang produktif bukan yang konsumtif belaka. Mari menciptakan dan bukan menjadi plagiator semata. Teladani yang baik dan kembangkanlah. Jadilah seseorang yang produktif bukan konsumtif. (***)
Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yg memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dgn nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yg bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yg bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikan adl mewujudkan tujuan ajaran Allah. Pendidikan Islam ialah pendidikan yg memiliki empat macam fungsi yaitu :
  • Menyiapkan generasi muda utk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yg akan datang. Peranan ini berkaitan erat dgn kelanjutan hidup masyarakat sendiri.
  • Memindahkan ilmu pengetahuan yg bersangkutan dgn peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
  • Memindahkan nilai-nilai yg bertujuan utk memilihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yg menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban.
  • Mendidik anak agar beramal di dunia ini utk memetik hasil di akhirat.